-->

Notification

×

Iklan

Iklan

iklan close

close

Oknum Wartawan Konyol 'Ngajak Gelut' Kades Situgede

Jumat, 31 Oktober 2025 | Jumat, Oktober 31, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-31T13:04:16Z
Foto Turnamen Mini Soccer:
Kades Situgede, Dedi Supriadi (kiri/ kemeja putih)


SGJabar> merilis. Pernyataan sikap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) perwakilan Kabupaten Garut meminta aparat kepolisian menindak tegas pihak yang mengaku sebagai wartawan dengan melakukan tindak premanisme.


Tingkah 'konyol'  pihak yang mengaku wartawan tersebut diketahui telah meresahkan sejumlah pihak seperti kepala desa, kepala sekolah, instansi pemerintahan, dan pelaku usaha di Garut.


"Kami banyak mendapat curhatan dari mereka. Mereka datang ke sekretariat PWI berkonsultasi terkait banyaknya orang yang mengaku wartawan dengan meminta sejumlah uang," ujar Ketua PWI Garut Aep Hendy.


Dia mengatakan bahwa profesi wartawan memiliki kode etik dan tanggung jawab moral yang tinggi. Aep menyayangkan adanya pihak yang memanfaatkan identitas wartawan untuk melakukan intimidasi, pemerasan, dan tindakan premanisme lainnya.


Intimidasi Oknum Wartawan


Sementara itu kejadian tindak premanisme oleh oknum wartawan juga dialami Kepala Desa (Kades) Situgede, Kecamatan Karangpawitan, Dedi Supriadi yang menerima telepon teror menantang duel di Bundaran Suci,Senin,27/10/2025).


Kepada awak media, Dedi Supriadi menuturkan kronologis awal mulanya dirinya mendapat tantangan duel oleh wartawan media online JK, berinisial HI itu karena menolak untuk dimintai keterangan pada wawancara terkait anggaran dana desa.


Alasan Dedi menolak lantaran ia sering menerima informasi dari rekan seprofesinya, bahwa HI dalam tugas sebagai jurnalis sering melakukan intimidasi dan mencari-cari kesalahan yang ujung-ujungnya meminta sejumlah uang. 


Meskipun Dedi telah menolak untuk diwawancarai, HI tetap memaksa untuk melanjutkan wawancara. Situasi ini memicu perdebatan mengenai hak seorang wartawan untuk merekam pembicaraan dan mengambil gambar narasumber tanpa izin. 


"Penting untuk menjaga sikap profesional wartawan, jika saya sebagai narasumber menolak wawancara, wartawan harus menghormati keputusan tersebut dan tidak boleh memaksa seperti preman," ungkapnya.


Meskipun menolak diwawancara, ia tidak menghalangi HI dalam menjalankan peliputannya dengan memberitakan sesuai fakta dan tidak membuat berita palsu. "Apabila membuat berita palsu atau mengarang hasil wawancara jika narasumber menolak berkomentar. Hal ini melanggar etika jurnalistik dan bisa merusak kredibilitas media, dan saya pun secara pribadi yang dirugikan akan menempuh jalur hukum sesuai ketentuan perundangan undangan yang berlaku" tegas Dedi.


Narasumber di Tantang Duel


Setelah kejadian tersebut, HI melaporkan peristiwa itu kepada atasannya RS, seorang kepala perwakilan wilayah Jawa Barat. Kemudian RS menelpon Dedi yang dalam pembicaraannya minta bertemu di jalan Bundaran Suci, lalu terjadi pertemuan antara Roni Setiawan dan Dedi Suryadi di Bundaran Suci pada jam 12,30 WIB.


Menurut keterangan Dedi, pada pertemuan di Bundaran Suci, RS menantang duel satu lawan satu, juga memintanya buka baju seragam kades. "Naha pimpinan media dengan jabatan kepala wilayah Jabar teh' bet siga preman, ngajak gelut sagala.” ujarnya.


Hal senada diungkapkan, Ketua Ormas Grib Jaya Kabupaten Garut, Asep Rahmat meminta Satgas Anti premanisme menindak tegas oknum preman berkedok pers yang melakukan intimidasi dan pemerasan kepada masyarakat.


Menurut dia, Satgas Anti premanisme di samping menindak preman berkedok organisasi kemasyarakatan (ormas), perlu juga menindak preman berkedok wartawan media online yang meresahkan masyarakat. 


Lanjutnya bahkan ia menyebutnya orang yang mengaku wartawan bukan oknum. Kata oknum bagi mereka terlampau terhormat, karena mereka sejatinya tidak menjalankan aktivitas jurnalistik. Bahkan media yang yg merekrutnya harus bertanggung jawab, dan media tersebut harus segera dilaporkan ke Dewan Pers, untuk mendapat peringatan keras. ***

close